Tips Nabi Meredam Konflik Antarumat Beragama
Abdurrahman Abdurrahim
"Dua orang laki-laki, yang satu Muslim dan yang lain Yahudi, terlibat percekcokan. 'Demi Zat yang telah mengutamakan Muhammad dari seluruh alam …,' kata si Muslim. 'Demi Zat Yang telah mengutamakan Musa dari seluruh alam …' timpal si Yahudi. Si Muslim mengangkat tangannya dan menampar wajah si Yahudi. Si Yahudi pun pergi menemui Nabi Saw. untuk mengadukan perselisihannya dengan si Muslim. Nabi pun memanggil si Muslim untuk mengonfirmasikan hal tersebut, dan si Muslim pun menceritakan hal serupa. Maka sabda Nabi, 'Janganlah mengutamakan aku atas Musa. Sungguh, semua manusia akan pingsan pada hari kiamat. Aku pun pingsan seperti mereka. Namun, aku menjadi orang yang pertama sadar. (Ketika sadar), aku telah mendapati Musa berdiri di samping 'Arasy. Aku tidak tahu, apakah Musa termasuk orang yang pingsan namun tersadar sebelum aku, atau dia termasuk yang diistimewakan Allah.'"(HR. Bukhari, vol 3, no 594).
Hadis ini menunjukkan kerendah-hatian Nabi, serta mengajarkan prinsip penanganan konflik antar pemeluk agama. Perselisihan, pertengkaran, bahkan perang bisa dihindari jika kita dapat mengendalikan ego, seperti teladan Nabi Muhammad ini. Agar konflik antar umat beragama dapat diredam, tokoh agama, apalagi umatnya, tidak sepatutnya menyombongkan diri di hadapan pemeluk/tokoh agama lain, memperebutkan klaim siapa yang paling hebat. Semua penganut beragama pasti menganggap nabinya lebih baik, dan akan mati-matian membelanya. Karena itu, daripada saling aktif bertengkar sehingga menimbulkan kerugian psikologis, harta, bahkan nyawa di kedua belah pihak, umat beragama hendaknya saling aktif berbuat baik. Sebab, yang mendapat pahala Allah bukanlah yang aktif bertengkar meributkan siapa yang lebih hebat dan memperebutkan klaim surga, tapi yang berserah diri pada Allah dan membuktikannya dengan perbuatan baik (amal saleh). Yang mengaku beragama Islam belum tentu masuk surga, jika tidak berserah diri dan berbuat baik.
Sebagian orang Yahudi dan Nasrani pun berebut klaim surga, sehingga Allah mengingatkan:
"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: 'Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani'. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: 'Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar'. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang Yahudi berkata: 'Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan', dan orang-orang Nasrani berkata: 'Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan', padahal mereka (sama-sama) membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya" (QS [2]: 111-113).
Ini merupakan peringatan Allah bagi orang Yahudi, Nasrani, juga Muslim, agar tidak saling bertengkar karena berebut kapling surga. Siapa yang masuk surga atau neraka, biarlah Allah yang memutuskan nanti di akhirat. Di dunia ini, yang diperintahkan Allah bagi umat beragama adalah berserah diri kepada-Nya dan banyak-banyak berbuat baik, bukan sibuk bertengkar mengenai siapa yang paling hebat. Sebab, seringkali yang diributkan hanyalah identitas kosong, membela ego masing-masing dengan memakai alasan agama, sehingga timbul keributan antar pemeluk agama—bahkan, antar mazhab dalam satu agama yang sama. Padahal, jika betul-betul mengaku beragama, pengakuan ini harus dibuktikan dengan berbuat baik kepada sesama, dibuktikan dengan kemampuan mengendalikan nafsu, ego, tidak meninggikan diri, tidak menghina sesama.
Sering terjadi, karena sibuk bertengkar, umat beragama malah lupa berbuat baik.
Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh berdakwah menyebarkan Islam, bahkan wajib! Namun, dakwah itu dilakukan bukan dengan bertengkar atau saling tampar, tapi dengan bijaksana dan cara terbaik:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik" (QS [16]: 125) "Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka." (QS [29]:46)
***
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan" (QS [6]: 108)
Bacaan lebih lanjut: Tafsir Al-Azhar, HAMKA, dan The Message of the Quran, M. Asad. (Surah [2]: 111-113; QS [16]: 125; QS [29]:46; dan QS [6]: 108).
Selanjutnya:
Jika Engkau Dihina
(Kisah seorang Yahudi yang menghina Nabi, balasan Aisyah terhadap hinaan ini, dan tips bijak Nabi menghadapi hinaan itu, dan cara beliau menasehati istrinya agar tidak terjerumus balik menghina).
Tidak Menghina
Kisah istri-arab Nabi yang melontarkan hinaan kepada istri-yahudi Nabi, "Dasar Perempuan Yahudi!", dan hukuman yang diberikan Nabi kepada istri-arabnya itu.

No comments:
Post a Comment