Thursday, August 14, 2008

Filosofi Pensil

Tue Aug 12, 2008 4:24 am (PDT)

Filosofi Pensil

"Setiap orang membuat kesalahan. Itulah sebabnya, pada setiap pensil
ada penghapusnya" (Pepatah Jepang)

Kali ini saya ingin menceritakan kepada Anda sebuah kisah penuh
hikmah dari sebatang pensil. Dikisahkan, sebuah pensil akan segera
dibungkus dan dijual ke pasar. Oleh pembuatnya, pensil itu
dinasihati mengenai tugas yang akan diembannya. Maka, beberapa
wejangan pun diberikan kepada si pensil. Inilah yang dikatakan oleh
si pembuat pensil tersebut kepada pensilnya.

"Wahai pensil, tugasmu yang pertama dan utama adalah membantu orang
sehingga memudahkan mereka menulis. Kamu boleh melakukan fungsi apa
pun, tapi tugas utamamu adalah sebagai alat penulis. Kalau kamu
gagal berfungsi sebagai alat tulis. Macet, rusak, maka tugas utamamu
gagal."

"Kedua, agar dirimu bisa berfungsi dengan sempurna, kamu akan
mengalami proses penajaman. Memang meyakitkan, tapi itulah yang akan
membuat dirimu menjadi berguna dan berfungsi optimal".

"Ketiga, yang penting bukanlah yang ada di luar dirimu. Yang
penting, yang utama dan yang paling berguna adalah yang ada di dalam
dirimu. Itulah yang membuat dirimu berharga dan berguna bagi
manusia".

"Keempat, kamu tidak bisa berfungsi sendirian. Agar bisa berguna dan
bermanfaat, maka kamu harus membiarkan dirimu bekerja sama dengan
manusia yang menggunakanmu" .

"Kelima. Di saat-saat terakhir, apa yang telah engkau hasilkan
itulah yang menunjukkan seberapa hebatnya dirimu yang sesungguhnya.
Bukanlah pensil utuh yang dianggap berhasil, melainkan pensil-pensil
yang telah membantu menghasilkan karya terbaik, yang berfungsi
hingga potongan terpendek. Itulah yang sebenarnya paling mencapai
tujuanmu dibuat".

Sejak itulah, pensil-pensil itu pun masuk ke dalam kotaknya,
dibungkus, dikemas, dan dijual ke pasar bagi para manusia yang
membutuhkannya.

Pembaca, pensil-pensil ini pun mengingatkan kita mengenai tujuan dan
misi kita berada di dunia ini. Saya pun percaya bahwa bukanlah tanpa
sebab kita berada dan diciptakan ataupun dilahirkan di dunia ini.
Yang jelas, ada sebuah purpose dalam diri kita yang perlu untuk
digenapi dan diselesaikan.

Sama seperti pensil itu, begitu pulalah diri kita yang berada di
dunia ini. Apa pun profesinya, saya yakin kesadaran kita mengenai
tujuan dan panggilan hidup kita, akan membuat hidup kita menjadi
semakin bermakna.

Hilang arah

Tidak mengherankan jika Victor Frankl yang memopulerkan Logoterapi,
yang dia sendiri pernah disiksa oleh Nazi, mengemukakan "tujuan
hidup yang jelas, membuat orang punya harapan serta tidak mengakhiri
hidupnya". Itulah sebabnya, tak mengherankan jika dikatakan bahwa
salah satu penyebab terbesar dari angka bunuh diri adalah kehilangan
arah ataupun tujuan hidup. Maka, dari filosofi pensil di atas kita
belajar mengenai lima hal penting dalam kehidupan.

Pertama, hidup harus punya tujuan yang pasti. Apapun kerja, profesi
atau pun peran yang kita mainkan di dunia ini, kita harus berdaya
guna. Jika tidak, maka sia-sialah tujuan diri kita diciptakan.
Celakanya, kita lahir tanpa sebuah instruksi ataupun buku manual
yang menjelaskan untuk apakah kita hadir di dunia ini. Pencarian
akan tujuan dan panggilan kita, menjadi tema penting selama kita
hidup di dunia.

Yang jelas, kehidupan kita dimaknakan untuk menjadi berguna dan
bermanfaat serta positif bagi orang-orang di sekitar kita, minimal
untuk orang-orang terdekat. Jika tidak demikian, maka kita useless.
Tidak ada gunanya. Sama seperti sebatang pensil yang tidak bisa
dipakai menulis, maka ia tidaklah berguna sama sekali.

Kedua, akan terjadi proses penajaman sehingga kita bisa berguna
optimal, oleh karena itulah, sering terjadi kesulitan, hambatan
ataupun tantangan. Semuanya berguna dan bermanfaat sehingga kita
selalu belajar darinya untuk menjadi lebih baik. Ingat kembali soal
Lee Iacocca, salah satu eksekutif yang justru menjadi besar dan
terkenal, setelah dia didepak keluar dari mobil Ford. Pengalaman itu
justru menjadi pemacu semangat baginya untuk berhasil di Chrysler.

Ingat pula, Donald Trump yang sempat diguncang masalah finansial dan
nyaris bangkrut. Namun, kebangkrutannya itulah yang justru menjadi
pelajaran dan motivasi baginya untuk sukses lebih langgeng. Kadang
penajaman itu 'sakit'. Namun, itulah yang justru akan memberikan
kesempatan kita mengeluarkan yang terbaik.

Ketiga, bagian internal diri kitalah yang akan berperan. Saya sering
menyaksikan banyak artis, ataupun bintang film yang terkenal, justru
yang hebat bukanlah karena mereka paling cantik ataupun paling
tampan. Tetapi, kemampuan dalam diri mereka, filosofi serta semangat
merekalah yang membuat mereka menjadi luar biasa. Demikian pula pada
diri kita. Pada akhirnya, apa yang ada di dalam diri kita seperti
karakter, kemampuan, bakat, motivasi, semangat, pola pikir itulah
yang akan lebih berdampak daripada tampilan luar diri kita.

Keempat, pensil pun mengajarkan agar bisa berfungsi sempurna kita
harus belajar bekerja sama dengan orang lain. Bayangkanlah seorang
aktor atau aktris yang tidak mau diatur sutradaranya. Bayangkan
seorang anak buah yang tidak mau diatur atasannya. Ataupun seorang
service provider yang tidak mau diatur oleh pelanggannya. Mereka
semua tidak akan berfungsi sempurna. Agar berhasil, kadang kita
harus belajar dari pensil untuk 'tunduk' dan membiarkan diri kita
berubah menjadi alat yang sempurna dengan belajar dan mendengar dari
ahlinya. Itulah sebabnya, kemampuan untuk belajar bekerja sama
dengan orang lain, mendengarkan orang lain, belajar dari 'guru' yang
lebih tahu adalah sesuatu yang membuat kita menjadi lebih baik.

Terakhir, pensil pun mengajarkan kita meninggalkan warisan yang
berharga melalui karya-karya yang kita tinggalkan. Tugas kita bukan
kembali dalam kondisi utuh dan sempurna, melainkan menjadikan diri
kita berarti dan berharga. Itulah filosofi 'memberi dan melayani'
yang diajarkan oleh Tuhan kita. Itulah sebabnya Ibu Teresa dari
Calcutta ataupun Albert Schweitzer yang melayani di Afrika lebih
mengumpamakan diri mereka seperti sebatang pensil yang dipakai oleh
Tuhan.

Yang penting, hingga pada akhir kehidupan kita ada karya ataupun
hasil berharga yang mampu kita tinggalkan. Tentu saja tidak perlu
yang heboh dan spektakuler.

Sumber: Filosofi Pensil oleh Anthony Dio Martin

 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Tips Nabi Meredam Konflik Antarumat Beragama

Tips Nabi Meredam Konflik Antarumat Beragama

Abdurrahman Abdurrahim

 

"Dua orang laki-laki, yang satu Muslim dan yang lain Yahudi, terlibat percekcokan. 'Demi Zat yang telah mengutamakan Muhammad dari seluruh alam …,' kata si  Muslim. 'Demi Zat Yang telah mengutamakan Musa dari seluruh alam …' timpal si Yahudi. Si Muslim mengangkat tangannya dan menampar wajah si Yahudi. Si Yahudi pun pergi menemui Nabi Saw. untuk mengadukan perselisihannya dengan si Muslim. Nabi pun memanggil si Muslim untuk mengonfirmasikan hal tersebut, dan si Muslim pun menceritakan hal serupa. Maka sabda Nabi, 'Janganlah mengutamakan aku atas Musa. Sungguh, semua manusia akan pingsan pada hari kiamat. Aku pun pingsan seperti mereka. Namun, aku menjadi orang yang pertama sadar. (Ketika sadar), aku telah mendapati Musa berdiri di samping 'Arasy. Aku tidak tahu, apakah Musa termasuk orang yang pingsan namun tersadar sebelum aku, atau dia termasuk yang diistimewakan Allah.'"(HR. Bukhari, vol 3, no 594).

 

Hadis ini menunjukkan kerendah-hatian Nabi, serta mengajarkan prinsip penanganan konflik antar pemeluk agama. Perselisihan, pertengkaran, bahkan perang bisa dihindari jika kita dapat mengendalikan ego, seperti teladan Nabi Muhammad ini. Agar konflik antar umat beragama dapat diredam, tokoh agama, apalagi umatnya, tidak sepatutnya menyombongkan diri di hadapan pemeluk/tokoh agama lain, memperebutkan klaim siapa yang paling hebat. Semua penganut beragama pasti menganggap nabinya lebih baik, dan akan mati-matian membelanya. Karena itu, daripada saling aktif bertengkar sehingga menimbulkan kerugian psikologis, harta, bahkan nyawa di kedua belah pihak, umat beragama hendaknya saling aktif berbuat baik. Sebab, yang mendapat pahala Allah bukanlah yang aktif bertengkar meributkan siapa yang lebih hebat dan memperebutkan klaim surga, tapi yang berserah diri pada Allah dan membuktikannya dengan perbuatan baik (amal saleh). Yang mengaku beragama Islam belum tentu masuk surga, jika tidak berserah diri dan berbuat baik.

 

Sebagian orang Yahudi dan Nasrani pun berebut klaim surga, sehingga Allah mengingatkan: 

 

"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: 'Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani'. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: 'Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar'. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang Yahudi berkata: 'Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan', dan orang-orang Nasrani berkata: 'Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan', padahal mereka (sama-sama) membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya" (QS [2]: 111-113).  

 

Ini merupakan peringatan Allah bagi orang Yahudi, Nasrani, juga Muslim, agar tidak saling bertengkar karena berebut kapling surga. Siapa yang masuk surga atau neraka, biarlah Allah yang memutuskan nanti di akhirat. Di dunia ini, yang diperintahkan Allah bagi umat beragama adalah berserah diri kepada-Nya dan banyak-banyak berbuat baik, bukan sibuk bertengkar mengenai siapa yang paling hebat. Sebab, seringkali yang diributkan hanyalah identitas kosong, membela ego masing-masing dengan memakai alasan agama, sehingga timbul keributan antar pemeluk agama—bahkan, antar mazhab dalam satu agama yang sama. Padahal, jika betul-betul mengaku beragama, pengakuan ini harus dibuktikan dengan berbuat baik kepada sesama, dibuktikan dengan kemampuan mengendalikan nafsu, ego, tidak meninggikan diri, tidak menghina sesama.

 

Sering terjadi, karena sibuk bertengkar, umat beragama malah lupa berbuat baik.

 

Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh berdakwah menyebarkan Islam, bahkan wajib! Namun, dakwah itu dilakukan bukan dengan bertengkar atau saling tampar, tapi dengan bijaksana dan cara terbaik:

 

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik" (QS [16]: 125) "Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka." (QS [29]:46)

 

***

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan" (QS [6]: 108)

 

Bacaan lebih lanjut: Tafsir Al-Azhar, HAMKA, dan The Message of the Quran, M. Asad. (Surah [2]: 111-113; QS [16]: 125; QS [29]:46; dan QS [6]: 108).

 

Selanjutnya:

Jika Engkau Dihina

(Kisah seorang Yahudi yang menghina Nabi, balasan Aisyah terhadap hinaan ini, dan tips bijak Nabi menghadapi hinaan itu, dan cara beliau menasehati istrinya agar tidak terjerumus balik menghina).

 

Tidak Menghina

Kisah istri-arab Nabi yang melontarkan hinaan kepada istri-yahudi Nabi, "Dasar Perempuan Yahudi!", dan hukuman yang diberikan Nabi kepada istri-arabnya itu.



 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Sunday, August 3, 2008

Rosulullah SAW dan Pengemis Buta Yahudi

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya,  Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?

Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.
Apakah Itu?, tanya Abubakar RA. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu?
Abubakar RA menjawab,Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).
Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata,
Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....


Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau?
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya?
MasyaAllah.. ..macam meter taxi...jalan terus.

Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.

1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan hasanah.

2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda dapat hasanah.

4. Bantu pendidikan seorang anak.

5. Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, Anda dapat hasanah.

6. Bagi CD Quran atau Do'a.

7. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.

8. Tempatkan pendingin air di tempat umum.

9. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung dibawahnya, Anda dapat hasanah.

10. Bagikan email ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah satu dari hal diatas, Anda dapat hasanah sampai hari Qiamat.

Aminnnnnn...


 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  www.rindurosul.wordpress.com  

Friday, August 1, 2008

Setiap insan punya kisah sendiri-sendiri

Dunia ini panggung sandiwara demikian dalam sebuah lagu, terlepas ada yg pro dan kontra dengan yang namanya lagu tetapi demikian ungkapan salah satu seniman.

Saya menjalani kehidupan dan dunia saya, para pembacapun demikian adanya, ada beberapa kesukaan, kebiasaan dan kesenangan yang terkadang sama dan berbeda antara satu orang dan yang lainnya, tetapi tidak ada yg sama persis keseluruhannya, kesemuanya di jadikan oleh Allah berbeda, berbangsa beda dan bersuku beda dan perbedaan-perbedaan lainnya yang diperintahkan dengan perbedaan itu untuk saling kenal dan bukan saling caci. Dan adapun saling kenal yang dimaksud sangat luas pengertiannya, diantaranya mengenali perbedaan bahasa, perbedaan kebiasaan, kebiasaan dalam adat bermasyarakat, perbedaan berfikir dan perbedaan-perbedaan yang lain.

Kyai zarkasyi pengasuh pon-pes Gontor mengatakan "Butuh ribuan pertemuan untuk menyatukan presepsi", betapa perbedaan pemikiran dan ide yg mendasar sangat mempengaruhi kebersamaan dan kerjasama dalam mewujudkan suatu tujuan, banyak orang pintar dan orang yg memiliki keahlian masing2, untuk mewujudkan suatu keinginan bersama yg kesemuanya harus saling mendukung dan saling melengkapi satu sama lain, tak satupun orang didunia ini sempurna, makluk paling sempurna sendiri rosulullah SAW membutuhkan sahabat yang juga mendukung kesempurnaan beliau, oleh sebab ini sangat diperlukan dalam diri kita, dalam sanubari kita untuk memahami kekurangan orang lain demi kerukunan dan persatuan, kesantunan pun akan lahir apabila kita faham akan kebutuhan dan pemikiran serta keinginan orang lain.

Semakin kita mengerti akan keinginan sesama kita, teman kita atau orang di lingkungan kita maka semakin sibuk kita untuk mengatur diri dan memposisikan diri kita sebaik mungkin, akhlak rosul adalah akhlak al-qur'an karna memang norma hidup bermasyarakat dan berbangsa berkehidupan dibumi telah tercantum dalam al-qur'an yang telah di contohkan oler rosulullah saw, maka lahirlah kebijakan dan sikap bijak dari rosulullah, beliau sangat berhati-hati dalam berkata-kata menghindari perkataan yg menyinggung orang lain, apalagi sahabatnya, al-hasil beliau sangat di cintai oleh seluruh sahabatnya, dan disegani oleh lawannya.

Semakin bijak seseorang, akan semakin rendah hati, maka akan semakin lembut dan santun pula akhlaknya, demikianlah yg kita usahakan dalam bergaul berhubungan dan berkontak kepada orang lain, kiranya kita akan bisa menciptakan suatu kesejukan untuk orang sekitar kita dan kita pun bisa sejuk karna feed back yang baik dan sejuk pula dari orang yang kita baiki, memang hal tersebut tak semulus membalikan tangan, ada ujian yang terkadang kita harus hadapi, karna kebiasaan orang dari sebelum bertemu dengan kita dia kasar misalnya, maka dia menghadapi kita pun disamakan dg orang itu, nah dalam hal ini kita sangat membutuhkan kesabaran dan ketabahan, kadang bahkan kita menolong orang dikembalikan dengan pencelakaan dll, demikian pulalah yg telah dialami pemimpin kita Rosulullah SAW idola kita.

Percayalah bahwa semua orang menginginkan dihargai, maka kuncinya harus sepandai mungkin menghargai orang lain untuk supaya kita di hargai.