Saturday, December 29, 2007

Indahnya beristri Sholehah

Hari itu merupakan hari bahagiaku, alhamdulillah. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar-benar bahagia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur kepada-Nya.Hari demi hari pun aku lalui dengan kebahagiaan bersama istri tercintaku. Aku tidak menyangka, begitu sayangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku dengan memberikan seorang pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lalai kepada-Nya. Wajahnya yang tertutup cadar, menambah hatiku tenang.Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tenteram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang kerja, senyuman indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan, sampai saat ini aku belum bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.Wida, begitulah nama istri shalihahku. Usianya lebih tua dua tahun dari aku. Sekalipun usianya lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras daripada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.Sempat aku mencobanya memerintah berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakanlah aku tidak ada. Mendengar itu, istriku langsung menangis dan memelukku seraya berujar, “Apakah Aa’ (Kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena perbuatan ini?”Aku pun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba keimanannya. Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa.Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang teramat sangat sehingga jika aku harus menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dunia hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baik daripada istri shalihah.” (Riwayat An-Nasa’i dan Ibnu Majah).Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahanku sudah lima bulan. Masya Allah.Suatu malam istriku menangis tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang tengah tertidur. Merasa heran, aku pun bertanya kenapa dia menangis malam-malam begini.Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isakan tangisnya. Aku peluk erat dan aku belai rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi, apa penyebabnya? Setahuku, istriku cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.Akhirnya, dengan berat hati istriku menceritakan penyebabnya. Astaghfirullah…alhamdulillah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi mengidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya itu diutarakan. Terlebih malam-malam begini, dia tidak mau merepotkanku.Demi istri tersayang, malam itu aku bergegas meluncur mencari mie ayam kesukaannya. Alhamdulillah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba kepada tukang mie (karena sudah tutup), akhirnya aku pun mendapatkannya.Awalnya, tukang mie enggan memenuhi permintaanku. Namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itu pun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tak lama kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie tersebut berujar, “Nak, simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahagia bisa menolong kamu. Sungguh pembalasan Allah lebih aku utamakan.”Aku terenyuh. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucapkan syukur dan tak lupa berterima kasih, aku pamit. Aku lihat senyumannya mengantar kepergianku.“Alhamdulillah,” kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. “Allah begitu sayang kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini,” katanya. Aku pun mengaminkannya.* (Kusnadi Assaini/Hidayatullah)

Friday, December 28, 2007

belajar ikhlas

"Anak-anak besok kita tidak ada pelajaran tapi tetap masuk untuk membersihkan halaman sekolahan kita" pengumuman dari pak Sandi seorang guru agama di sebuah sekolah suasta. "Absen tetap berjalan seperti baiasa setelah bersih-bersih ada beberapa pengumuman penting sehingga tak seorangpun diperkenankan Absen bila tidak terpaksa, faham anak-anak?" tambahnya. "Faham" secara serentak jawab murid2.

Keesokan hari murid2 banyak yang hadir sebagian membawa sabit dan yang lainnya ada yang membawa sapu dan cangkul, pak sandi memimpin kerja bakti tersebut dengan sabar, bagi yang tidak membawa apa-apa pak Sandi memberikan karung bekas untuk memungut sampah. Ada beberapa murid yang enggan membantu pak Sandi untuk ikut bekerja bakti, pak Sandipun menegurnya, merekapun berpura-pura bekerja tetapi tak lama pak Sandi sibuk membimbing murid yang lain dia kembali berleha-leha dan tak mau bekerja. Pak Sandi adalah guru yang sangat sabar dan di sukai banyak murid, sebagian murid protes dengan keadaan murid yang tak mau bekerja tersebut kepada pak Sandi.

"Pak grup Anto kok gak mau bekerja di biarkan saja?" kata Ridwan salah satu murid pak Sandi, "saya sudah menegurnya, biar nanti bapak tegur lagi, kamu terusin saja bekerja dengan ikhlas, tak perlu perhatikan yang lain" jawab pak Sandi lembut. Setelah selesai kerja bakti pak Sandi menyampaikan beberapa pengumuman dan memberi nasehat diantaranya "Anak-anak yang bapak sayangi, ruh dari ibadah kita dalah amalan atau perbuatan, dan ruh dari amalan kita adalah ikhlash, oleh sebab itu bapak minta kerja kalian pada hari ini didasari dengan keihlasan yang tulus dari hati kalian masing-masing agar amalan kita diridhoi Allah. Kalaian ikhlaskan bekerja untuk sekolah kalian sendiri hari ini?" Tanya pak Sandi. "Ikhlaaas" jawab murid-murid hampir serempak.

Setelah selesai pengumuman Anto mendatangi pak Sandi dengan muka sedikit musam
Anto :"Pak saya gak ikhlas kerja tadi" kata Anto protes,
Pak Sandi : "kenapa memangnya Anto kok gak ikhlas"
Anto : "kan saya sudah membayar uang SPP, uang gedung dll, kenapa kami harus bersih-bersih pula, kan itu dah ada petugasnya sendri"
Pak Sandi :"Oo itu, ya gak papa kok, kalau kamu gak ikhlas, tapi kamu gak lihat para guru-guru pun ikut terjun membersihkan dan mereka ikhlas, itu bukan tugas mereka bukan? Kamu tahu kenapa?
Anto : "Ya itu hak mereka, merekakan guru harus ngasih contoh, mungkin alasan itu"
Pak Sandi :"Iya betul itu salah satunya tapi disamping itu mereka merasa kasian kepada tukang kebun yang mempunyai anak istri dengan gaji yang tak seberapa harus mengerjakan tugas yang lumayan banyak dan berat, kami tidak bisa berbuat apa-apa selain membantu sedikit bebannya, dan kalau tidak karna keihlasannya para guru-guru itu telah meninggalkanmu dan murid-murid karna gaji yang diperoleh mereka tak sepadan dengan pengorbanannya mendidik kalian semua".
Anto : "kasihan sekali mereka pak?"
Pak Sandi :"tak ubahnya ibundamu yang berkorban untukmu jika dia tidak ikhlas mungkin engakau telah ditinggal atau dibuang tak dikasih makan, karna kamu gak ikhlas membantu mereka"
Anto : "bapak benar, maafkan saya pak, besok saya belajar ikhlas"
Pak Sandi :"iya gak papa saya suka murid yang kritis semoga kita dijadikan orang yang ikhlas.