"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"
Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)
Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi)
Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.
Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majah dll.).
shallallahu 'alayhi wasallam saat musim paceklik di masa pemerintahan Umar ibn al Khaththab r.a
Dan Bilal berkata (di depan makam Nabi): "Wahai Rasulullah ! mohonlah (kepada Allah) agar diturunkan hujan untuk umatmu, karena sungguh mereka telah binasa" (H.R. al Bayhaqi dan lainnya )
'Umar bin Khatab, beliau, sang khalifah akan berdoa meminta hujan pada
Allah di saat musim kering melalui wasilah paman Nabi, 'Abbas ibn
Abdul Muttalib radiy-Allahu 'anhu, dengan doa, "Wahai Tuhan kami!
Sebelumnya, saat kami menderita kekeringan, kami biasa mendatangi-Mu
dengan perantaraan dan wasilah Nabi-Mu. Kini kami memohon pada-Mu
MELALUI BARAKAH dan WASILAH paman Nabi agar Kau karuniakan pada kami
hujan.
[diriwayatkan oleh al-Bukhari, Bayhaqi, Ibn Asakir, al-Hakim dan
banyak Imam lainnya].
Dan hujan pun dikaruniakan pada mereka. 'Umar menambahkan, setelah
berdoa seperti ini: "Dia (Al-'Abbas), demi Allah, adalah perantara
menuju Allah" (HADZAA WALLAHI AL-WASILATU ILALLAHI 'AZZA WA JALL).
[diriwayatkan oleh Ibn 'Abd al-Barr dalam al-Isti'ab bi ma'rifat al-ashab]
Bertanya main-main gak boleh lho
Katakanlah (kepada mereka) Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kalian berolok-olok (melecehkan), tidak usah kalian meminta maaf, kalian benar-benar menjadi kafir setelah kalian beriman" (At-Taubah: 65-66)
Al Imam Tirmizi sebuah mensitir hadits Hasan
Sesungguhnya seorang hamba jika mengucapkan perkataan (yang melecehkan atau menghina Allah atau syari'at-Nya) yang dianggapnya tidak bahaya, (padahal perkataan tersebut) bisa menjerumuskannya ke (dasar) neraka (yang untuk mencapainya dibutuhkan waktu) 70 tahun (dan tidak akan dihuni kecuali oleh orang kafir)"
H.R. at- Tirmidzi
Dari ulama salafy
Imam Ibn Hajar al-Haytami mengatakan dalam kitab beliau al-Khayrat
al-hisan fi manaqib al-imam Abi Hanifa al-Nu`man, bab 35:
"Saat Imam al-Syafi`i berada di Baghdad, beliau akan mengunjungi makam
Imam Abu Hanifa (Imam Hanafi, ed.), memberikan salam padanya, dan
kemudian meminta Allah untuk memenuhi hajatnya melalui wasilah Imam
Abu Hanifa (yatawassal ilallah ta`ala bihi fi qada' hajatihi)."
- Imam Kawthari (Qadi Hanafi kontemporer di zaman akhir Dinasti Ottoman,
ed.) menyebutkan hal ini dalam kitab Maqalat-nya (hal. 412) bahwa
hafiz al-Khatib al-Baghdadi menyebutkan tentang tawassul Syafi`i's
melalui Abu Hanifa di permulaan kitab Tarikh Baghdad-nya (1:123)
dengan isnad yang baik.
-. Hafiz al-`Iraqi meriwayatkan pula dengan isnad beliau dalam kitab
beliau Fath al-muta`al: "Kami meriwayatkan bahwa Imam Ahmad mencari
barakah (tabarruk) dengan meminum air cucian dari baju Imam
al-Syafi`i, dan Ibn Taymiyya sendiri juga meriwayatkannya." [ada
kemungkinan kebalikannya, Imam Syafi'i yang bertabarruk dari air
cucian baju Imam Ahmad].
- Diriwayatkan Al-Hafiz Abu `Ali al-Ghassani, tertulis dalam kitab karangan
Ibn al-Subki yang berjudul Tabaqat al-syafi`iyya 2:234 sbb.: Abu
al-Fath Nasr ibn al-Hasan al-Sakani al-Samarqandi datang kepada kami
di tahun 464 H dan berkata: "Kami mengalami kekeringan di Samarqand
beberapa tahun yang lalu. Orang-orang lalu melakukan salat istisqa'
(salat meminta hujan), tapi mereka tak juga beroleh hujan. Seorang
Wali bernama as-Salah datang kepada Qadhi (hakim) dan berkata padanya:
Aku punya pendapat yang ingin kukatakan padamu. Pendapatku adalah
bahwa kau harus keluar dengan diikuti orang-orang dan bahwa kalian
semua mesti pergi ke kubur/makam Imam Muhammad ibn Isma'il al-Bukhari
(sang Imam Hadits Bukhari, ed.) dan melakukan salat istisqa' kalian di
sana. Mudah-mudahan Allah akan memberikan pada kita hujan. Sang hakim
berkata: Sungguh suatu pendapat yang baik darimu ini. Ia pun keluar
dan orang-orang mengikutinya. Dan ia berdoa memohon hujan di hadapan
mereka di makam tersebut sementara orang-orang menangis dan memohon
wasilah lewat ia yang dikuburkan di situ. Allah pun mengirimkan hujan
yang demikian lebat hingga mereka yang berada di Khartenk (di mana
orang-orang ini bersalat, bertabarruk dan bertawassul, 3 mil jauhnya
dari Samarqand) tak mampu kembali ke Samarqand setelah tujuh hari
karena begitu lebatnya hujan."
- Almarhum Mufti Lebanon as-Syahid as-Syaikh Hasan Khalid mengatakan
dalam fatwa beliau dalam Tawassul pada tanggal 16 September 1980
(dicetak ulang dalam cetak ulang offset Waqf Ikhlas atas karya Sayyid
Ahmad ibn Zayni Dahlan yang berjudul Fitnat al-Wahhabiyya 1992):
Tawassul diizinkan di zaman kita oleh mufti dunia, syaikh kami Abu
al-Yusr 'Abidin. Kami pergi dengan beliau ke Nawa, ke suatu tempat di
Hawran di mana dikuburkan Syaikh Muhyiddin an-Nawawi. Saat kami tiba
di kuburnya, Shaykh kami Abu al-Yusr memerintahkan kami untuk MEMINTA
ALLAH atas kebutuhan kami di hadapan beliau (Imam Nawawi) dan berkata
pada kami: "Do'a di makam ini qabul."
-. Ibn al-Jawzi dalam kitab tentang riwayat-riwayat Awliya'
karangannya yang berjudul Sifat al-safwa mendaftar banyak makam para
Awliya'/Sahabat yang di makam/kubur mereka dianjurkan untuk melakukan
tabarruk (mencari barakah) dan tawassul (berdoa dengan perantaraan).
Di antaranya adalah:
-. Makam Sahabat Abu Ayyub al-Ansari: "al-Waqidi berkata: Telah
sampai kabar pada kami bahwa orang-orang Romawi Timur mengunjungi
maqam beliau dan memohon hujan dengan wasilah beliau saat mereka
menderita kekeringan" (1:243). Mujahid berkata: "Orang-orang akan
membuka tutup di atas maqam beliau dan hujan pun turun."
-. Makam Waliyyullah Ma`ruf al-Karkhi (wafat 200 H): "Makamnya
dapat dilihat di Baghdad, dan orang dapat mencari barakah (tabarruk)
dengannya. Al-Hafiz Ibrahim al-Harbi (wafat 285H) – sahabat Imam Ahmad
-- biasa berkata: Makam Ma`ruf telah terbukti sebagai obat" (2:214)
Ibn al-Jawzi menambahkan: "Kami sendiri pergi ke makam dari Ibrahim
al-Harbi dan mencari barakah (bertabarruk) dengannya" (2:410)
-. Al-hafiz al-Dhahabi juga meriwayatkan perkataan Ibrahim al-Harbi
tentang Makam Ma`ruf al-Karkhi: "Makam Ma`ruf terbukti sebagai obat."
Lihat kitab Siyar a`lam al-nubala' (9:343).
-. Abu al-Hasan al-Daraqutni (seorang ahli hadits, ed.) berkata:
"Kami biasa mencari barakah (bertabarruk) dari makam Abu al-Fath
al-Qawasi" (2:471).
-. Makam Abu al-Qasim al-Wa`iz: "Makamnya dapat dilihat di kompleks
pemakaman Ahmad ibn Hanbal dan di situ dicari untuk barakah
[tabarruk]." Diriwayatkan dalam peringatan akan 'Abd al-Samad ibn
`Umar ibn Muhammad ibn Ishaq (2:482).
-. al-Hafiz Abu al-Qasim Ibn `Asakir mengatakan dalam Musnad Abi
`Uwana (1:430): "Abu `Abd Allah Muhammad ibn Muhammad ibn `Umar
al-Saffar berkata kepadaku bahwa makam/kubur dari Abu `Uwana di
Isfarayin [dekat Naysabur] adalah suatu tempat untuk dikunjungi bagi
seluruh dunia (mazar al-`alam) dan suatu tempat untuk memperoleh
barakah bagi seluruh ciptaan (mutabarrak al-khalq)."
-. al-Hafiz Diya' al-Din al-Maqdisi al-Hanbali mengatakan dalam
kitab beliau berjudul al-Hikayat al-manthura (Zahiriyya ms. 98, sebuah
autograph) bahwa ia mendengar sang hafiz `Abd al-Ghani al-Maqdisi
al-Hanbali mengatakan bahwa sesuatu seperti sebuah abcess [daging
tumbuh (?), ed.] muncul di lengan atasnya yang mana tak ada obat
atasnya. Ia pun mendatangi makam/kubur Ahmad ibn Hanbal dan menaruh
lengannya pada kuburan itu, setelah mana ia mendapati dirinya
tersembuhkan. Imam Kawthari mengatakan bahwa beliau membaca riwayat
ini dalam tulisan tangan Diya' al-Din sendiri. Lihat Maqalat
al-Kawthari (Riyadh dan Beirut: Dar al-ahnaf, 1414/1993) halaman. 407,
412.

No comments:
Post a Comment